Rabu, 06 November 2024

Tugas Besar Machine Learning: Penerapan Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Smart Control Early Warning System (EWS)


Referensi :
Rahardi, G. A. (2023). Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Smart Control Early Warning System (EWS). CYCLOTRON6(1).

Penerapan Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Smart Control Early Warning System (EWS)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem peringatan dini angin puting beliung di Kabupaten Jember, wilayah yang rawan bencana tersebut. Sistem ini menggunakan sensor DHT22 dan anemometer dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan algoritma Levenberg-Marquardt. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem mencapai Mean Squared Error (MSE) terbaik sebesar 3,6588 × 10^-7 dan rata-rata error pembelajaran sekitar ±2,61%, memungkinkan peringatan dini yang efektif bagi masyarakat.

Pendahuluan

Angin puting beliung, fenomena cuaca akibat ketidakstabilan atmosfer, sering terjadi saat musim pancaroba dan berasal dari awan Cumulonimbus. Walaupun bersifat lokal, angin ini dapat menyebabkan kerusakan signifikan seperti menerbangkan atap rumah dan menumbangkan pohon. Kabupaten Jember dikenal rawan puting beliung, sehingga diperlukan sistem peringatan dini untuk meningkatkan kesiagaan masyarakat. Berdasarkan data BMKG, suhu saat kejadian berkisar 24,2-31,7°C dan kelembaban 63-92%. Penelitian ini bertujuan merancang alat peramalan puting beliung dengan jaringan syaraf tiruan backpropagation, menggunakan data dari sensor anemometer dan DHT22, serta algoritma pembelajaran seperti Levenberg-Marquardt. Alat ini diharapkan membantu masyarakat dan pemerintah mengantisipasi bencana sejak dini.

Literatur

A. Jaringan Syaraf Tiruan dan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) atau Artificial Neural Network (ANN) adalah metode kecerdasan buatan yang meniru cara kerja otak manusia dalam memproses informasi. JST terdiri dari lapisan input, lapisan tersembunyi, dan lapisan output yang saling terhubung melalui neuron. Neuron memproses data menggunakan fungsi aktivasi, sementara pembelajaran dilakukan dengan algoritma seperti backpropagation untuk menyesuaikan bobot dan bias. JST digunakan dalam pengenalan pola, klasifikasi, pengolahan gambar, pemrosesan bahasa alami, dan prediksi pasar saham. Keunggulannya adalah kemampuan menangani masalah kompleks dan non-linear, namun memiliki kelemahan seperti kebutuhan data besar, pelatihan lama, dan sifat "kotak hitam" yang sulit dipahami.

Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation adalah algoritma pelatihan yang mengoptimalkan jaringan dengan meminimalkan kesalahan antara output prediksi dan yang diharapkan. Prosesnya meliputi feedforward untuk prediksi awal dan backward propagation untuk menyebarkan kesalahan serta memperbarui bobot menggunakan metode seperti gradient descent. Metode ini efektif untuk masalah kompleks namun membutuhkan banyak data dan waktu pelatihan.

B. Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan

Algoritma Levenberg-Marquardt adalah metode optimasi iteratif untuk menyelesaikan masalah non-linear least squares, menggabungkan pendekatan Gauss-Newton dan gradient descent untuk mencapai keseimbangan antara kecepatan konvergensi dan stabilitas. Algoritma ini digunakan dalam fitting kurva dan pemodelan data dengan meminimalkan perbedaan antara prediksi model dan data aktual. Dengan faktor damping dinamis, algoritma ini dapat beralih antara pendekatan Gauss-Newton saat mendekati solusi optimal dan gradient descent saat masih jauh.

Prosesnya melibatkan inisialisasi parameter, iterasi pembaruan berdasarkan fungsi objektif, dan terminasi saat perubahan parameter atau fungsi objektif kecil. Algoritma ini stabil, efektif untuk optimasi non-linear, dan banyak digunakan dalam machine learning, pemodelan ilmiah, dan computer vision. Namun, kekurangannya meliputi waktu komputasi tinggi untuk model kompleks dan potensi lambat pada dataset besar.

Rumus untuk menghitung nilai eror antara nilai model dengan data aktual:

Dimana:

yi            = nilai data aktual
a + bxi    = model dari nilai y

Mean Sequence Error (MSE) mengukur rata-rata kuadrat perbedaan antara nilai prediksi model dan nilai aktual data. MSE yang lebih rendah menunjukkan performa prediksi yang lebih baik dengan error yang lebih kecil.

Sedangkan rumus untuk m
enghitung jarak antara titik Centroid dengan titik tiap objek:

Dimana:

yi        = nilai aktual dari data pada pengamatan ke - i
y^i      = nilai prediksi dari model pada pengamatan ke - i
n         = jumlah total pengamatan atau data.

C. RapidMiner

RapidMiner adalah perangkat lunak open source untuk analisis data mining, text mining, dan prediksi, ditulis dalam Java sehingga dapat digunakan di semua sistem operasi. Awalnya bernama YALE, RapidMiner dikembangkan pada 2001 oleh Ralf Klinkenberg, Ingo Mierswa, dan Simon Fischer di University of Dortmund. Berlisensi AGPL versi 3, RapidMiner menyediakan GUI untuk merancang pipeline analitis yang menghasilkan file XML, yang kemudian diproses oleh RapidMiner untuk menjalankan analisis secara otomatis.

Metode Penelitian

Pertama, dilakukan kalibrasi sensor DHT 22. Pengujian sensor DHT22 dilakukan dengan membandingkan hasil pembacaan suhu dan kelembaban dengan alat digital, yaitu termometer dan hygrometer merk Taffware tipe HTC-2, yang memiliki akurasi ±1°C untuk suhu dan ±5% untuk kelembaban. Dari perbandingan ini, rata-rata error persen suhu sebesar ±7,28%, dan untuk kelembaban sebesar ±8,65%. Selain itu, uji kelinieran menghasilkan persamaan kalibrasi suhu y = 1,2777x - 6,6329, di mana y adalah suhu hasil kalibrasi, dan x adalah suhu dari sensor DHT22:


Pengujian kelembaban sensor DHT22 dibandingkan dengan hygrometer digital menunjukkan persamaan kalibrasi y = 1,0128x + 4,9318. Setelah kalibrasi, rata-rata error suhu menurun menjadi ±0,38 dan rata-rata error kelembaban menjadi ±3,60%, menunjukkan peningkatan akurasi dibandingkan sebelum kalibrasi.

Kedua, kalibrasi sensor anemometer. Sensor anemometer menggunakan rotary encoder untuk membaca RPM, yang kemudian dikonversi menjadi kecepatan angin dalam m/s. Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil pembacaan sensor dengan anemometer digital.


Pengujian menunjukkan bahwa sensor anemometer cup memiliki error ±1,12% dibandingkan dengan anemometer digital, sehingga hasilnya sudah cukup akurat tanpa memerlukan tambahan rumus pada program Arduino.

Selanjutnya, Dalam jaringan saraf tiruan ini, arsitektur yang digunakan ditunjukkan pada Gambar JST di bab literatur. Proses pembelajaran dilakukan dengan beberapa algoritma, menggunakan parameter learning rate sebesar 0,001 dan 1.000 epoch, dengan target Mean Sequence Error (MSE) < 0,0001. Setelah data input dinormalisasi sesuai Persamaan 1, pembelajaran dimulai. Tabel 1 menunjukkan nilai input dan target yang digunakan untuk pembelajaran.

Pembelajaran pertama menggunakan algoritma Gradient Descent dengan Momentum, yang tidak hanya merespons gradien lokal tetapi juga mempertimbangkan tren yang baru-baru ini terjadi pada permukaan error. Dengan fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada layer tersembunyi dan fungsi aktivasi linier pada layer output, MSE terbaik sebesar 0,0065481 dicapai pada epoch ke-25.


Gambar diatas menunjukkan grafik MSE selama pembelajaran, dan Tabel 7 berisi hasil pembelajaran menggunakan algoritma Gradient Descent dengan Momentum. Rata-rata error dari algoritma ini adalah sekitar ±3,78%.

Pembelajaran terakhir menggunakan algoritma Levenberg-Marquardt, yang dirancang dengan pendekatan turunan kedua. Selama pembelajaran, digunakan fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada layer tersembunyi dan fungsi aktivasi linier pada layer output. Hasilnya, MSE yang dicapai adalah 3,6588 x 10⁻⁷ pada epoch ke-7. Grafik hasil pembelajaran ditampilkan pada Gambar 6, dan Tabel 8 menunjukkan detail hasil pembelajaran. Rata-rata error untuk setiap kondisi adalah sekitar ±2,61%.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pembelajaran jaringan saraf tiruan menunjukkan bahwa dengan learning rate 0,001, 1.000 epoch, dan target MSE < 0,0001, algoritma Levenberg-Marquardt memberikan hasil terbaik. Nilai MSE yang dicapai adalah 3,6588 x 10⁻⁷ pada epoch ke-7, dengan rata-rata error pembelajaran sekitar ±2,61%. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation dengan algoritma Levenberg-Marquardt.


Untuk pengujian alat, setelah kalibrasi sensor anemometer dan DHT22 serta pembelajaran menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation (JST-BP), dilakukan pengujian alat untuk menganalisis performanya. Pengujian skala lab menggunakan kipas angin untuk sumber angin buatan, dengan tambahan angin dari kompresor untuk kondisi tertentu. Suhu dan kelembaban dinaikkan menggunakan pemanas dan air. Data dari sensor dirata-rata, dinormalisasi, dan diproses oleh Arduino MEGA menggunakan JST-BP dengan bobot dan bias hasil pembelajaran. Hasil pembacaan sensor ditampilkan di LCD, menunjukkan kondisi terkini, sementara sirine berbunyi sebagai peringatan dini saat kondisi siaga atau waspada.
Kesimpulan

Penelitian menunjukkan bahwa pembacaan sensor anemometer dan DHT22 setelah kalibrasi memiliki akurasi yang baik, dengan persentase error kurang dari 5% dibandingkan alat digital seperti anemometer, termometer, dan hygrometer. Jaringan saraf tiruan dengan algoritma Levenberg-Marquardt digunakan untuk peramalan, menghasilkan nilai Mean Square Error (MSE) kecil sebesar 3,6588 x 10⁻⁷, yang menunjukkan kemampuan peramalan yang akurat saat diterapkan pada alat.

Referensi

Video Percobaan

Backpropagation in Neural Networks | Back Propagation Algorithm with Examples

Link Download



















Tugas Besar Machine Learning: Penerapan Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Smart Control Early Warning System (EWS)

Referensi : Rahardi, G. A. (2023). Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Smart Control Early Warning System (EWS).  CYCLOTR...